Sabtu, 31 Desember 2016

Resensi: Fase Kritis Kehidupan Berumah Tangga

Dalam dunia penerbangan, ada yang namanya Critical Eleven. Sebelas menit yang paling kritis di dalam pesawat, yaitu tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing. Menurut Anya, tokoh utama dalam novel ini, hal tersebut sama seperti saat bertemu orang baru. Tiga menit pertama saat bertemu orang itu dan delapan menit terakhir sebelum berpisah dengan orang itu. Bagaimana senyumnya, tindak tanduknya, ekspresi wajahnya, dan sebagainya.

Anya menghabiskan banyak waktunya di dalam pesawat sehingga teman-temannya bilangbahwa ia akan bertemu jodohnya di dalam pesawat. Dugaan itu memang benar, ia bertemu dengan lelaki bernama Aldebaran Risjad, atau yang biasa dipanggil Ale, dalam sebuah penerbangan dari Jakarta menuju ke Sidney.


Hubungan mereka semakin lama semakin dekat hingga sampai ke jenjang pernikahan. Beberapa bulan kemudian, kabar bahagia hadir di antara pasangan muda itu. Anya mengandung buah hati mereka. Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama karena kandungan Anya mengalami keguguran. Hal tersebut membuat mereka depresi hingga suatu saat mereka bertengkar hebat karena saling tersulut emosi.

Enam bulan mereka menjalani kehidupan berumahtangga tanpa keromantisan atau keharmonisan setelah pertengkaran itu. Hanya beberapa percakapan formal dan basa-basi layaknya dua orang asing. Walaupun begitu, mereka tetap tinggal di satu atap. Mereka juga bersandiwara di depan orang tua mereka masing-masing, seakan rumah tangga mereka masih baik-baik saja seperti dahulu.

Namun, Ayah Ale mengetahui bahwa hubungan suami istri itu sedang tidak mulus. Maka, Ayah Ale yang penggemar kopi memberikan nasihat seperti ini, 
“Istri itu seperti biji kopi sekelas Panama Geisha1 dan Ethiopian Yirgacheffe2, Le. Kalau kita sebagai suami—yang membuat kopi—memperlakukannya tidak tepat, rasa terbaiknya tidak akan keluar. Aroma khasnya, rasa aslinya yang seharusnya tidak keluar, Le. Rasanya nggak pas. Butuh waktu lebih dari dua tahun dulu baru Ayah merasa sudah memperlakukan ibu kamu sebagaimana seharusnya dia diperlakukan. Dari mana Ayah tahu sudah bisa? Dari perlakuan Ibu ke Ayah. Memang butuh belajar lama, butuh banyak salah dulu juga, tidak apa-apa. Yang penting kita tekun, sabar, penuh kesungguhan, seperti waktu kita membuat kopi, Le. Bedanya dengan kopi, kalau kita sudah bingung dan putus asa, bisa cari caranya di Internet. Tinggal google. Istri tidak bisa begitu, harus kita coba dan cari  caranyasendiri.” (Halaman 56)

Novel bergenre roman ini banyak mengandung pelajaran dan hikmah yang dapat diambil untuk kehidupan berumahtangga. Contohnya seperti yang telah dikemukakan di paragraf sebelumnya, yaitu nasihat dari Ayah Ale. Selain itu juga masih banyak hal-hal lain yang tentu saja tidak dapat dijelaskan semua di sini.

Hubungan antarbab dalam novel ini mungkin akan agak membingungkan bagi orang yang belum terbiasa karena alur novel ini adalah maju mundur. Dimulai dari kenangan yang muncul di pikiran Anya saat ia pertama kali bertemu dengan Ale di pesawat. Namun, lama kelamaan pembaca akan merasa terlarut ikut masuk ke dalam cerita karena pembawaan penulis yang tidak terburu-buru dan cukup jelas, sehingga pembaca tidak akan merasa bosan.

Bahasa yang digunakan dalam novel ini cenderung lebih ke bahasa sehari-hari, karena ini termasuk ke dalam metropop atau sastra populer. Dialognya juga banyak menyisipkan bahasa Inggris, mungkin karena sang penulis ingin menonjolkan sisi modernitas dalam novel ini.

Sayangnya, novel ini menggunakan kertas yang mudah kuning dan jilidan yang kurang kuat sehingga jika dibaca berulang-ulang, kertas akan mudah terlepas dari jilidannya. Hal tersebut cukup mengganggu karena hampir semua aspek dalam novel ini sudah bagus, hanya tekniknya saja yang kurang. Sampul depannya juga kurang begitu menarik hati pembaca, walaupun memang masih berhubungan dengan pesawat dan udara.

Novel yang ditulis oleh seorang wanita bernama Ika Natassa yang berprofesi sebagai banker ini berjudulCritical Eleven dan diterbitkan pertama kali oleh Gramedia Pustaka Utama pada Agustus 2015 setebal 344 halaman dan dapat dibeli dengan harga Rp.79.000,-

Ika Natassa memiliki hobi menulis dan fotografi. Critical Eleven adalah novel ketujuhnya setelah A Very Yuppy Wedding (Gramedia Pustaka Utama, 2007), Divortiare (Gramedia Pustaka Utama, 2008), Underground (self-published dengan nulisbuku.com, 2010), Antologi Rasa (Gramedia Pustaka Utama, 2011), Twivortiare (Gramedia Pustaka Utama, 2012), dan Twivortiare 2 (Gramedia Pustaka Utama, 2014). Semua novel yang ia tulis pasti masuk dalam jajaran best seller di toko-toko buku. Ika selalu menulis novel bergenre roman dewasa dan ciri khasnya ialah menceritakan tentang kehidupan berumahtangga dengan para tokoh yang modern, tinggal di Jakarta, dan banyak berbicara dengan bahasa Inggris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar