1.
Hubungan Agama dengan Negara
Dikalangan kaum muslimin,
terdapat kesepakatan bahwa eksistensi Negara adalah suatu keniscayaan bagi
berlangsungnya kehidupan bermasyarakat negara dengan otoritasnya mengatur
hubungan yang diperlukan antara masyarakat, sedangkan agama mempunyai otoritas
unuk megatur hubungan manusia dengan tuhannya.
Hubungan antara agama dan
negara menimbulkan perdebatan yang terus berkelanjutan dikalangan para ahli.
Pada hakekatnya Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai
penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai mahluk individu dan makhluk sosial
oleh karena itu sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan sifat dasar
negara pula sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara
horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia lain untuk mencapai tujuan
bersama. Dengan demikian negara mempunyai sebab akibat langsung dengan manusia
karena manusia adalah pendiri negara itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas
konsep hubungan negara dan agama sangat ditentukan oleh dasar ontologis manusia
masing masing keyakinan manusia sangat mempengaruhi konsep hubungan agama dan
negara dalam kehidupan manusia.
3.
Konsep Negara Integralistik
Mr. Soepomo
Pemikiran
Soepomo tentang konsep negara integralistik atau paham negara kekeluargaan
menurut banyak pihak sangat berpengaruh dalam perumusan UUD 1945.Tanggal 31 Mei
1945, di Gedung Chuo Sangi In di jalan Pejambon 6 Jakarta, Soepomo berpidato di
hadapan sidang umum BPUPKI. Soepomo dalam pidato yang cukup panjang itu menguraikan
tiga teori yang bisa dipilih sebagai dasar dan prinsip negara yang akan
dibentuk.
Pertama,
ia menyebut teori perseorangan atau teori individualistik. Teori ini diajarkan
oleh Thomas Hobbes, John Locke, Rousseau, Herbert Spencer dan Laski.Menurut teori
ini, negara adalah masyarakat hukum yang disusun atas kontrak antara seluruh
individu dalam masyarakat demi menjamin hak-hak individu di dalam masyarakat.
Kedua, Soepomo “menawarkan” teori pertentangan kelas atau teori golongan sebagaimana diajarkan oleh
Karl Marx, Engels dan Lenin. Dalam teori ini, negara merupakan alat dari suatu
golongan yang kuat untuk menindas golongan yang lemah. Ketiga, Soepomo
mengajukan teori yang ia sebut sebagai teori atau konsep negara integralistik
yang didasarkan pada ide Spinoza, Adam Muller dan Hegel. Apa itu negera
integralistik? Menurut Soepomo, integralistik berarti negara tidak untuk
menjamin kepentingan individu. Bukan pula untuk kepentingan golongan tertentu,
tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhya sebagai satu kesatuan yang
integral.
Dalam
konsep negara integralistik, negara adalah kesatuan masyarakat yang organis dan
tersusun secara integral. Di dalamnya, segala golongan, segala bagian, semua
individu berhubungan erat satu sama lain. Pemikiran ini didasarkan pada prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat
dan prinsip persatuan dalam negara seluruhnya. Bagi Soepomo, konsep negara
seperti ini cocok dengan alam pikiran ketimuran.Lagi menurutnya, pemikiran ini
juga didasarkan pada struktur sosial masyarakat Indonesia yang asli yang
terdapat di desa-desa di Indonesia. Bagi Soepomo, hal itu tidak lain merupakan
ciptaan kebudayaan Indonesia sendiri.
Struktur
sosial Indonesia meliputi aliran pikiran dan semangat kebatinan.Struktur
kerohaniannya bersifat persatuan hidup antara persatuan kawulo dan
gusti.Persatuan dunia luar dan dunia batin.Persatuan mikrokosmos dan
makrokosmos. Persatuan antara rakyat
dengan pemimpinnya. Inilah yang disebut
Soepomo sebagai ide atau konsep negara integralistik.Dalam susunan persatuan
antara rakyat dan pemimpinnya itu, segala golongan diliputi semangat gotong-
royong dan kekeluargaan.Inilah struktur sosial asli bangsa Indonesia.Hakekat
republik Indonesia adalah Republik Desa yang besar dengan unsur dan wawasan
yang modern.
Polemik Seputar Konsep Negara Inegralistik
Konsep
negara integralistik Soepomo dalam sidang BPUPKI tidak serta-merta disambut
positif oleh semua peserta.Dan bukan hanya para hadirin yang hadir pada waktu
itu, tetapi juga oleh para ahli dan akademisi yang hidup sesudahnya. Di bawah
ini penulis akan menguraikan sedikit seputar polemik dan perbedaan pendapat
yang terjadi.
Polemik dalam Sidang BPUPKI
Ketika hendak mengakhiri uraiannya
tentang ketiga ide untuk dasar negara Indonesia, Soepomo bertanya kepada para
peserta sidang: “Sekarang tuan-tuan akan Membangun Negara Indonesia atas aliran
pikiran mana?” Tentu saja itu hanyalah satu pertanyaan retoris semata, karena
ia sudah menyiapkan jawaban dalam uraiannya selanjutnya. Soepomo mencoba
meyakinkan para hadirin bahwa negara yang merupakan kesatuan masyarakat
organis, yang tersusun secara integral, di mana negara bertujuan menjamin
kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai kesatuan, adalah konsep yang
hendaknya menjadi pilihan bersama.
Adalah Mohammad Hatta dan
Mohammad Yamin yang menurut banyak ahli menjadi penentang serius dari konsep
negara yang diajukan oleh Soepomo ini.Mereka berdua menuntut agar hak warga
negara dijamin oleh Konstitusi. Hatta dan Yamin mengungkapkan kekhawatirannya
akan konsep Soepomo, karena menurut mereka ide itu memberi celah bagi munculnya
negara kekuasaan.Argumentasi Hatta dan Yamin ini akhirnya melahirkan
“kompromi”yang hasilnya bisa kita simak dari pasal 28 UUD 1945. Isinya menjamin
kemerdekaan warga negara untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan
pendapat.Kendati kadarnya masih minimal, kompromi itu menjadi pengakuan paling
tua dari konstitusi Indonesia atas hak-hak warga negara.
Polemik Akademis Sampai Akhir Kekuasaan Orde Baru
Konsep
negara integralistik mendapat kritikan tajam dari beberapa pakar hukum tata
negara.Para pengkritik tersebut di antaranya adalah J. H. A. Logemann, Ismail
Suny, Yusril Ihza Mahendra dan Marsilam Simanjuntak.Kritik-kritik mereka
terutama berkisar pada pidato Soepomo di sidang BPUPKI.Para akademisi ini
mengungkapkan bahwa konsep negara integralistik memang memberikan kekuasaan
yang sangat besar kepada negara, khususnya kepala negara dalam kehidupan
kenegaraan dan pemerintahan Indonesia.
4.
Piramida Hirarki
Pancasila merupakan suatu ideologi yang
dianut oleh negara Indonesia sebagai pandangan dan pedoman bagi bangsa
Indonesia.Pancasila ini telah terbentuk sejak Indonesia merdeka yang disusun
oleh presiden pertama sekaligus proklamator negara Indonesia yaitu almarhum Ir.
Soekarno.
Pancasila sendiri berasal dari bahasa
sansekerta yaitu “panca” yang dalam bahasa Indonesia bermakna 5 (lima) dan
“syila” yang bermakna batu sendi / alas / dasar, dari dua kata itulah pancasila
tersusun. Pancasila memiliki arti lima dasar yaitu meliputi :
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Setiap sila yang berasal dari
pancasila ini memiliki arti sendiri pada setiap silanya yaitu sila ke-1
memiliki arti bahwa setiap rakyat Indonesia wajib beragama karena sejak dahulu
Indonesia telah mengenal agama dan dalam agama pasti diajarkan hal-hal baik
yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.Sila ke-2 memiliki arti
setiap rakyat Indonesia wajib mempunyai adab atau bisa juga diartikan sebagai
sifat menghargai dalam berbagai hal antar sesama makhluk hidup.Sila ke-3
memiliki arti setiap rakyat Indonesia wajib mengutamakan persatuan dan kesatuan
Indonesia. Sila ke-4 memiliki arti setiap suatu permasalahan yang dialami
bangsa maupun negara Indonesia wajib diselesaikan dengan kepala dingin
menggunakan cara bermusyawarah yang menghasilkan solusi yang bisa menguntungkan
pihak-pihak yang terlibat dan tidak menggunakan cara kekerasan. Sila ke-5
memiliki arti setiap rakyat Indonesia berhak mendapatkan perlakuan yang adil
dan seadil-adilnya.
Hal yang dimaksud dengan pancasila
bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal adalah dalam pancasila ini berarti
memiliki hubungan antara kelompok sila yang ada dalam pancasila dan bersifat
erat.Hirarkis sendiri memiliki arti yaitu pengelompokan / penggolongan.
Pancasila yang terdiri dari 5 sila itu saling
berkaitan yang tak dapat dipisahkan:
• Sila
pertama menjelaskan bahwa pada sila pertama itu meliputi dan menjamin isi sila
2, 3, 4, dan 5, artinya dalam segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara harus dijiwai nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa.
• Sila
kedua tertulis kemanusiaan yang adil dan beradab yang diliputi sila ke-1 dan
isinya meliputi sila 3, 4, dan 5, dalam sila ini terkandung makna bahwa sangat
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk tuhan yang
beradab, maka segala hal yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan
bernegara harus mencerminkan bahwa negara ini mempunyai peraturan yang
menjunung tinggi harkat dan martabat manusia.
• Sila
ketiga tertulis persatuan Indonesia yang diliputi dan dijiwai sila 1, 2 yang meliputi
dan menjiwai isi dari sila 4, dan 5, sila ini mempunyai makna manusia sebagai
makhluk sosial wajib mengutamakan persatuan negara Indonesia yang disetiap
daerah memiliki kebudayaan-kebudayaan maupun beragama yang berbeda.
• Sila
keempat diliputi dan dijiwai sila 1, 2, 3 yang
meliputi dan menjiwai isi dari sila kelima. Sila ini menjelaskan bahwa
negara Indonesia ini ada karena rakyat maka dari itu rakyat berhak mengatur
kemana jalannya negara ini.
·
Sila kelima yang bertuliskan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu diliputi dan dijiwai oleh isi dari
sila 1, 2, 3, dan 4. Sila ini mengandung makna yang harus mengutamakan keadilan
bersosialisasi bagi rakyat Indonesia ini sendiri tanpa memandang
perbedaan-perbedaan yang ada.
5.
Pancasila Sebagai Paradigma
Perkembangan IPTEK
Pancasila
bukan merupakan ideologi yang kaku dan tertutup, namun justru bersifat
reformatif, dinamis, dan antisipatif.Dengan demikian Pancasilan mampu
menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) yaitu dengan tetap memperhatikan dinamika aspirasi masyarakat.Kemampuan
ini sesungguhnya tidak berarti Pancasila itu dapat mengubah nilai-nilai dasar
yang terkandung, tetapi lebih menekan pada kemampuan dalam mengartikulasikan
suatu nilai menjadi aktivitas nyata dalam pemecahan masalah yang terjadi
(inovasi teknologi canggih). Kekuatan suatu ideologi itu tergantung pada
kualitas dan dimensi yang ada pada ideologi itu sendiri (Alfian, 1992)(dalam
internet). Ada beberapa dimensi penting sebuah ideologi, yaitu:
a. Dimensi Reality.
Yaitu
nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi tersebut secara riil
berakar dalam hidup masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai-nilai
dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya.
b. Dimensi Idealisme.
Yaitu
nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberi harapan
tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan
bersama dengan berbagai dimensinya.
c. Dimensi Fleksibility.
Maksudnya
dimensi pengembangan Ideologi tersebut memiliki kekuasaan yang memungkinkan dan
merangsang perkembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan ideologi
bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jati diri yang
terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakekatnya
merupakan hasil kreatifitas rohani (jiwa) manusia.Atas dasar kreatifitas
akalnya, manusia mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam yang diciptakan
Tuhan YME.
Tujuan dari IPTEK ialah untuk mewujudkan kesejahteraan
dan peningkatan harkat dan martabat manusia, maka IPTEK pada hakekatnya tidak
bebas nilai, namun terikat nilai – nilai.Pancasila telah memberikan dasar nilai
– nilai dalam pengembangan IPTEK, yaitu didasarkan moral ketuhanan dan
kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dengan memasuki
kawasan IPTEK yang diletakan diatas Pancasila sebagai paradigmanya, perlu
dipahami dasar dan arah peranannya, yaitu :
a. Aspek Ontologi
Bahwa
hakekat IPTEK merupakan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam
upayanya untuk mencari dan menentukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu Pengetahuan
harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai :
1. Sebagai masyarakat, menunjukkan adanya suatu
academic community yang dalam hidup keseharian para warganya untuk terus
menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Sebagai proses, menggambarkan suatu
aktivitas masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi,
refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan
menemukan kebenaran dan kenyataan.
3. Sebagai produk, adalah hasil yang
diperoleh melalui proses, yang berwujud karya – karya ilmiah beserta
implikasinya yang berwujud fisik ataupun non-fisik.
b. Aspek Epistemologi, bahwa pancasila dengan
nilai–nilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir.
c. Aspek Askiologi, dengan menggunakan
nilai-nilai yang terkandung didalam pancasila sebagai metode berpikir, maka
kemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak
bertentangan dengan ideal dari pancasila dan secara positif mendukung atau
mewujudkan nilai-nilai ideal pancasila.
Sila-sila pancasila
yang harus menjadi sistem etika dalam pengembangan IPTEK:
Sila
ketuhanan yang mahaesa mengkomplementasikan ilmu pengetahuan mencipta,
keseimbangan antara rasional dan irasional, antara akal dan kehendak.
Berdasarkan sila ini IPTEK tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan dibuktikan
dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah
merugikan manusia disekitarnya atau tidak. Pengolahan diimbangi dengan
melestarikan.
Sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas bahwa
manusia dalam mengembangkan IPTEK harus bersikap beradab karena IPTEK adalah
sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral.Oleh karena itu,
pengembangan Iptek harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat
manusia.Iptek bukan untuk kesombongan dan keserakahan manusia.Namun, harus diabdikan
demi peningkatan harkat dan martabat manusia.
Sila
persatuan Indonesia mengkomplementasiakan universalitas dan internasionalisme
(kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Pengembangan IPTEK hendaknya dapat
mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran
bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian umat manusia di dunia.
Sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan mendasari pengembangan IPTEK secara demokratis, artinya setiap
ilmuan harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan IPTEK juga harus
menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan juga memiliki sikap yang
terbuka untuk dikritik dikaji ulang maupun di bandingkan dengan penemuan
lainnya.
Sila
keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengkomplementasikan pengembangan
IPTEK haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu
keseimbangan keadilan dalam hubungannnya dengan dirinya senndiri maupun dengan
Tuhannya, manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara, serta
manusia dengan alam lingkungannya.
6. Tertib Hukum Tertinggi di Indonesia
dalam hubungan dengan tertib
hukum Indonesia, pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan yang terpisah dari
batang tubuh UUD 1945. dalam kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental, pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada
batang tubuh UUD 1945.Pembukaan UUD 1945 merupakan tertib hukum tertinggi dan
mempunyai kedudukan lebih tinggi dan terpisah daripada batang tubuh UUD
1945.Pembukaan merupakan pokok kaidah negara yang fundamental yang menentukan
adanya UUD negara; jadi, yang merupakan sumber hukum dasar.pembukaan UUD 1945
yang berkedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, mengandung
pokok-pokok pikiran yang harus diciptakan atau diwujudkan dalam pasal-pasal UUD
1945
Tidak ada komentar:
Posting Komentar