Sabtu, 31 Desember 2016

Rangkuman: Pancasila


1.                              Hubungan Agama dengan Negara

Dikalangan kaum muslimin, terdapat kesepakatan bahwa eksistensi Negara adalah suatu keniscayaan bagi berlangsungnya kehidupan bermasyarakat negara dengan otoritasnya mengatur hubungan yang diperlukan antara masyarakat, sedangkan agama mempunyai otoritas unuk megatur hubungan manusia dengan tuhannya.
Hubungan antara agama dan negara menimbulkan perdebatan yang terus berkelanjutan dikalangan para ahli. Pada hakekatnya Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai mahluk individu dan makhluk sosial oleh karena itu sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan sifat dasar negara pula sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian negara mempunyai sebab akibat langsung dengan manusia karena manusia adalah pendiri negara itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas konsep hubungan negara dan agama sangat ditentukan oleh dasar ontologis manusia masing masing keyakinan manusia sangat mempengaruhi konsep hubungan agama dan negara dalam kehidupan manusia.


3.                  Konsep Negara Integralistik Mr. Soepomo

Pemikiran Soepomo tentang konsep negara integralistik atau paham negara kekeluargaan menurut banyak pihak sangat berpengaruh dalam perumusan UUD 1945.Tanggal 31 Mei 1945, di Gedung Chuo Sangi In di jalan Pejambon 6 Jakarta, Soepomo berpidato di hadapan sidang umum BPUPKI. Soepomo dalam pidato yang cukup panjang itu menguraikan tiga teori yang bisa dipilih sebagai dasar dan prinsip negara yang akan dibentuk.

Pertama, ia menyebut teori perseorangan atau teori individualistik. Teori ini diajarkan oleh Thomas Hobbes, John Locke, Rousseau, Herbert Spencer dan Laski.Menurut teori ini, negara adalah masyarakat hukum yang disusun atas kontrak antara seluruh individu dalam masyarakat demi menjamin hak-hak individu di dalam masyarakat. Kedua, Soepomo “menawarkan” teori pertentangan kelas atau  teori golongan sebagaimana diajarkan oleh Karl Marx, Engels dan Lenin. Dalam teori ini, negara merupakan alat dari suatu golongan yang kuat untuk menindas golongan yang lemah. Ketiga, Soepomo mengajukan teori yang ia sebut sebagai teori atau konsep negara integralistik yang didasarkan pada ide Spinoza, Adam Muller dan Hegel. Apa itu negera integralistik? Menurut Soepomo, integralistik berarti negara tidak untuk menjamin kepentingan individu. Bukan pula untuk kepentingan golongan tertentu, tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhya sebagai satu kesatuan yang integral.

Dalam konsep negara integralistik, negara adalah kesatuan masyarakat yang organis dan tersusun secara integral. Di dalamnya, segala golongan, segala bagian, semua individu berhubungan erat satu sama lain. Pemikiran ini didasarkan pada  prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat dan prinsip persatuan dalam negara seluruhnya. Bagi Soepomo, konsep negara seperti ini cocok dengan alam pikiran ketimuran.Lagi menurutnya, pemikiran ini juga didasarkan pada struktur sosial masyarakat Indonesia yang asli yang terdapat di desa-desa di Indonesia. Bagi Soepomo, hal itu tidak lain merupakan ciptaan kebudayaan Indonesia sendiri.

Struktur sosial Indonesia meliputi aliran pikiran dan semangat kebatinan.Struktur kerohaniannya bersifat persatuan hidup antara persatuan kawulo dan gusti.Persatuan dunia luar dan dunia batin.Persatuan mikrokosmos dan makrokosmos.  Persatuan antara rakyat dengan  pemimpinnya. Inilah yang disebut Soepomo sebagai ide atau konsep negara integralistik.Dalam susunan persatuan antara rakyat dan pemimpinnya itu, segala golongan diliputi semangat gotong- royong dan kekeluargaan.Inilah struktur sosial asli bangsa Indonesia.Hakekat republik Indonesia adalah Republik Desa yang besar dengan unsur dan wawasan yang modern.

Polemik Seputar Konsep Negara Inegralistik

Konsep negara integralistik Soepomo dalam sidang BPUPKI tidak serta-merta disambut positif oleh semua peserta.Dan bukan hanya para hadirin yang hadir pada waktu itu, tetapi juga oleh para ahli dan akademisi yang hidup sesudahnya. Di bawah ini penulis akan menguraikan sedikit seputar polemik dan perbedaan pendapat yang terjadi.

Polemik dalam Sidang BPUPKI

            Ketika hendak mengakhiri uraiannya tentang ketiga ide untuk dasar negara Indonesia, Soepomo bertanya kepada para peserta sidang: “Sekarang tuan-tuan akan Membangun Negara Indonesia atas aliran pikiran mana?” Tentu saja itu hanyalah satu pertanyaan retoris semata, karena ia sudah menyiapkan jawaban dalam uraiannya selanjutnya. Soepomo mencoba meyakinkan para hadirin bahwa negara yang merupakan kesatuan masyarakat organis, yang tersusun secara integral, di mana negara bertujuan menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai kesatuan, adalah konsep yang hendaknya menjadi pilihan bersama.

Adalah Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin yang menurut banyak ahli menjadi penentang serius dari konsep negara yang diajukan oleh Soepomo ini.Mereka berdua menuntut agar hak warga negara dijamin oleh Konstitusi. Hatta dan Yamin mengungkapkan kekhawatirannya akan konsep Soepomo, karena menurut mereka ide itu memberi celah bagi munculnya negara kekuasaan.Argumentasi Hatta dan Yamin ini akhirnya melahirkan “kompromi”yang hasilnya bisa kita simak dari pasal 28 UUD 1945. Isinya menjamin kemerdekaan warga negara untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat.Kendati kadarnya masih minimal, kompromi itu menjadi pengakuan paling tua dari konstitusi Indonesia atas hak-hak warga negara.

Polemik Akademis Sampai Akhir Kekuasaan Orde Baru

Konsep negara integralistik mendapat kritikan tajam dari beberapa pakar hukum tata negara.Para pengkritik tersebut di antaranya adalah J. H. A. Logemann, Ismail Suny, Yusril Ihza Mahendra dan Marsilam Simanjuntak.Kritik-kritik mereka terutama berkisar pada pidato Soepomo di sidang BPUPKI.Para akademisi ini mengungkapkan bahwa konsep negara integralistik memang memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada negara, khususnya kepala negara dalam kehidupan kenegaraan dan pemerintahan Indonesia.


4.                              Piramida Hirarki

Pancasila merupakan suatu ideologi yang dianut oleh negara Indonesia sebagai pandangan dan pedoman bagi bangsa Indonesia.Pancasila ini telah terbentuk sejak Indonesia merdeka yang disusun oleh presiden pertama sekaligus proklamator negara Indonesia yaitu almarhum Ir. Soekarno.
       Pancasila sendiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu “panca” yang dalam bahasa Indonesia bermakna 5 (lima) dan “syila” yang bermakna batu sendi / alas / dasar, dari dua kata itulah pancasila tersusun. Pancasila memiliki arti lima dasar yaitu meliputi :
1.    Ketuhanan Yang Maha Esa
2.    Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.    Persatuan Indonesia
4.    Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.    Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Setiap sila yang berasal dari pancasila ini memiliki arti sendiri pada setiap silanya yaitu sila ke-1 memiliki arti bahwa setiap rakyat Indonesia wajib beragama karena sejak dahulu Indonesia telah mengenal agama dan dalam agama pasti diajarkan hal-hal baik yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.Sila ke-2 memiliki arti setiap rakyat Indonesia wajib mempunyai adab atau bisa juga diartikan sebagai sifat menghargai dalam berbagai hal antar sesama makhluk hidup.Sila ke-3 memiliki arti setiap rakyat Indonesia wajib mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia. Sila ke-4 memiliki arti setiap suatu permasalahan yang dialami bangsa maupun negara Indonesia wajib diselesaikan dengan kepala dingin menggunakan cara bermusyawarah yang menghasilkan solusi yang bisa menguntungkan pihak-pihak yang terlibat dan tidak menggunakan cara kekerasan. Sila ke-5 memiliki arti setiap rakyat Indonesia berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan seadil-adilnya.

Hal yang dimaksud dengan pancasila bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal adalah dalam pancasila ini berarti memiliki hubungan antara kelompok sila yang ada dalam pancasila dan bersifat erat.Hirarkis sendiri memiliki arti yaitu pengelompokan / penggolongan.
Pancasila yang terdiri dari 5 sila itu saling berkaitan yang tak dapat dipisahkan:

•     Sila pertama menjelaskan bahwa pada sila pertama itu meliputi dan menjamin isi sila 2, 3, 4, dan 5, artinya dalam segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus dijiwai nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa.

•     Sila kedua tertulis kemanusiaan yang adil dan beradab yang diliputi sila ke-1 dan isinya meliputi sila 3, 4, dan 5, dalam sila ini terkandung makna bahwa sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk tuhan yang beradab, maka segala hal yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara harus mencerminkan bahwa negara ini mempunyai peraturan yang menjunung tinggi harkat dan martabat manusia.
•     Sila ketiga tertulis persatuan Indonesia yang diliputi dan dijiwai sila 1, 2 yang meliputi dan menjiwai isi dari sila 4, dan 5, sila ini mempunyai makna manusia sebagai makhluk sosial wajib mengutamakan persatuan negara Indonesia yang disetiap daerah memiliki kebudayaan-kebudayaan maupun beragama yang berbeda.

•     Sila keempat diliputi dan dijiwai sila 1, 2, 3 yang  meliputi dan menjiwai isi dari sila kelima. Sila ini menjelaskan bahwa negara Indonesia ini ada karena rakyat maka dari itu rakyat berhak mengatur kemana jalannya negara ini.

·                     Sila kelima yang bertuliskan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu diliputi dan dijiwai oleh isi dari sila 1, 2, 3, dan 4. Sila ini mengandung makna yang harus mengutamakan keadilan bersosialisasi bagi rakyat Indonesia ini sendiri tanpa memandang perbedaan-perbedaan yang ada.

5.         Pancasila Sebagai Paradigma Perkembangan IPTEK
Pancasila bukan merupakan ideologi yang kaku dan tertutup, namun justru bersifat reformatif, dinamis, dan antisipatif.Dengan demikian Pancasilan mampu menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yaitu dengan tetap memperhatikan dinamika aspirasi masyarakat.Kemampuan ini sesungguhnya tidak berarti Pancasila itu dapat mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung, tetapi lebih menekan pada kemampuan dalam mengartikulasikan suatu nilai menjadi aktivitas nyata dalam pemecahan masalah yang terjadi (inovasi teknologi canggih). Kekuatan suatu ideologi itu tergantung pada kualitas dan dimensi yang ada pada ideologi itu sendiri (Alfian, 1992)(dalam internet). Ada beberapa dimensi penting sebuah ideologi, yaitu:
a.    Dimensi Reality.
Yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi tersebut secara riil berakar dalam hidup masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai-nilai dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya.
b.    Dimensi Idealisme.
Yaitu nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama dengan berbagai dimensinya.
c.    Dimensi Fleksibility.
Maksudnya dimensi pengembangan Ideologi tersebut memiliki kekuasaan yang memungkinkan dan merangsang perkembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.

            Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakekatnya merupakan hasil kreatifitas rohani (jiwa) manusia.Atas dasar kreatifitas akalnya, manusia mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam yang diciptakan Tuhan YME.
            Tujuan dari IPTEK ialah untuk mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabat manusia, maka IPTEK pada hakekatnya tidak bebas nilai, namun terikat nilai – nilai.Pancasila telah memberikan dasar nilai – nilai dalam pengembangan IPTEK, yaitu didasarkan moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
             Dengan memasuki kawasan IPTEK yang diletakan diatas Pancasila sebagai paradigmanya, perlu dipahami dasar dan arah peranannya, yaitu :

a.    Aspek Ontologi
Bahwa hakekat IPTEK merupakan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menentukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu Pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai :
1.      Sebagai masyarakat, menunjukkan adanya suatu academic community yang dalam hidup keseharian para warganya untuk terus menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2.      Sebagai proses, menggambarkan suatu aktivitas masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan.
3.      Sebagai produk, adalah hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya – karya ilmiah beserta implikasinya yang berwujud fisik ataupun non-fisik.

b.    Aspek Epistemologi, bahwa pancasila dengan nilai–nilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir.

c.    Aspek Askiologi, dengan menggunakan nilai-nilai yang terkandung didalam pancasila sebagai metode berpikir, maka kemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan ideal dari pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal pancasila.

Sila-sila pancasila yang harus menjadi sistem etika dalam pengembangan IPTEK:
Sila ketuhanan yang mahaesa mengkomplementasikan ilmu pengetahuan mencipta, keseimbangan antara rasional dan irasional, antara akal dan kehendak. Berdasarkan sila ini IPTEK tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan dibuktikan dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan manusia disekitarnya atau tidak. Pengolahan diimbangi dengan melestarikan.

Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan IPTEK harus bersikap beradab karena IPTEK adalah sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral.Oleh karena itu, pengembangan Iptek harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat manusia.Iptek bukan untuk kesombongan dan keserakahan manusia.Namun, harus diabdikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia.

Sila persatuan Indonesia mengkomplementasiakan universalitas dan internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Pengembangan IPTEK hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran  bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian umat manusia di dunia.

Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan mendasari pengembangan IPTEK secara demokratis, artinya setiap ilmuan harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan IPTEK juga harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan juga memiliki sikap yang terbuka untuk dikritik dikaji ulang maupun di bandingkan dengan penemuan lainnya.

Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengkomplementasikan pengembangan IPTEK haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannnya dengan dirinya senndiri maupun dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara, serta manusia dengan alam lingkungannya.

6.        Tertib Hukum Tertinggi di Indonesia
dalam hubungan dengan tertib hukum Indonesia, pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan yang terpisah dari batang tubuh UUD 1945. dalam kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada batang tubuh UUD 1945.Pembukaan UUD 1945 merupakan tertib hukum tertinggi dan mempunyai kedudukan lebih tinggi dan terpisah daripada batang tubuh UUD 1945.Pembukaan merupakan pokok kaidah negara yang fundamental yang menentukan adanya UUD negara; jadi, yang merupakan sumber hukum dasar.pembukaan UUD 1945 yang berkedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, mengandung pokok-pokok pikiran yang harus diciptakan atau diwujudkan dalam pasal-pasal UUD 1945

Tidak ada komentar:

Posting Komentar