1.
Sinopsis Pocut Muhammad
Dahulu
kala, daerah Aceh yang pemandangan alamnya sangat indah, dipimpin oleh seorang
raja bernama Sultan Alaudin. Sultan Alaudin memiliki empat anak yaitu Raja
Muda, Pocut Keling, Pocut Sandang, dan Pocut Muhammad. Anaknya yang tertua,
yaitu Raja Muda telah dicadangkan sebagai pengganti Sultan jika Sultan telah
tiada.
Namun,
di tengah tentramnya daerah Aceh yang ramai didatangi para pedagang dari
berbagai penjuru dunia itu, ada sebuah daerah bernama Gampong Jawa di Banda
Aceh yang terlalu bebas sehingga Sultan pun tidak dapat mengendalikan
perdagangan di daerah itu sepenuhnya.
Di
Gampong Jawa, ada seorang pedagang Arab yang bernama Jamaloi Alam yang
mengangkat dirinya sebagai penguasa di sana. Jamaloi Alam membentuk
pemerintahan tandingan. Maka, Kerajaan Aceh seperti ada dua pemerintahan.
Suatu
hari, Sultan Alaudin menerima surat dari Jamaloi Alam yang menyatakan bahwa
daerah kekuasaan Gampong Jawa jangan diganggu gugat oleh Sultan. Dengan
memberikan daerah Gampong Jawa, Sultan akan terhindar dari rongrongan bajak
laut. Jamaloi pun datang ke istana Sultan dan mereka membicarakan perihal
pemberian wewenang untuk Jamaloi Alam mengelola daerah Gampong Jawa.
Setelah
Jamaloi dan rombongannya kembali ke Gampong Jawa, Sultan Alaudin memanggil
anaknya yang pertama, Raja Muda. Sultan mengatakan bahwa dirinya sudah tua dan
ia ingin Raja Muda yang menggantikannya jika ia telah dipanggil Allah SWT.
Lalu, Sultan berpesan bahwa jangan mengganggu daerah Gampong Jawa yang telah
dikuasai oleh Jamaloi Alam sepenuhnya. Karena selama Jamaloi memimpin daerah
Gampong Jawa, bajak laut tidak pernah beraksi lagi di negeri ini.
Tidak
lama kemudian, Sultan Alaudin wafat dan Kerajaan Aceh kini dipegang oleh Raja
Muda. Namun, pemerintahan Raja Muda sedikit melemah. Pelabuhan Banda Aceh
seluruhnya dikuasai oleh Jamaloi Alam dan hasil pelabuhan tidak masuk lagi ke
kas keraton. Karena hal inilah Raja Muda memanggil Perdana Menteri untuk
menggempur daerah Gampong Jawa. Namun kemudian, ia mengubah sikapnya. Ia
teringat pesan ayahnya bahwa jangan pernah mengancam kedudukan Jamaloi Alam.
Perubahan
sikap ini sangat membuat para warga kecewa. Namun, mereka tidak dapat berbuat
apa-apa karena keputusan seorang raja adalah segalanya. Banda Aceh pun semakin
mati dan tiba-tiba datang sekawanan bajak laut.
Pocut
Muhammad yang melihat kawanan bajak laut itu pertama kali dan ia mengajak kedua
kakaknya yaitu Pocut Keling dan Pocut Sandang untuk menyergap kawanan bajak
laut tersebut. Perkelahian antara Pocut Muhammad bersaudara dan bajak laut pun
tak dapat terelakkan. Beberapa saat kemudian, perkelahian selesai dengan Haji
Abas, seorang haji yang kaya, sebagai korban dari tindakan para bajak laut.
Kabar
ini pun menyeruak di antara warga Aceh. Kerajaan semakin tidak aman. Peristiwa
pembajakan laut pun terjadi lagi di tempat-tempat lain dan semakin tidak dapat
teratasi.
Pocut
Muhammad mengajukan usul kepada Raja Muda untuk melakukan sidang darurat. Dalam
sidang itu, Pocut Muhammad mengemukakan pendapatnya bahwa penyebab datangnya
para bajak laut ini adalah pemerintahan Jamaloi Alam di Gmapong Jawa. Pocut
Muhammad menginkan semuanya bergerak untuk bertindak. Namun, Raja Muda masih
bersikeras untuk tidak mengganggu pemerintahan Jamaloi Alam. Ia menolak untuk
menyerang Gampong Jawa. Akhirnya, siding pun bubar tanpa ada keputusan yang
jelas.
Pocut
Muhammad menilai bahwa Raja Muda sangat lemah dalam memerintah negeri ini.
Maka, ia meminta pendapat pada dua kakaknya, Pocut Keling dan Pocut Sandang
mengenai hal ini. Kedua kakak Pocut Muhammad setuju dengan pendapatnya untuk
menggempur Gampong Jawa.
Namun,
rencana ini tercium oleh Raja Muda. Pocut Muhammad dipanggil oleh Raja Muda dan
ia mengatakan bahwa ayahnya dulu berpesan agar jangan mengganggu kedudukan
Jamaloi Alam. Pocut Muhammad meninggalkan sidang itu dengan hati sedih dan
terbakar. Kini ia harus berjuang seorang diri.
Pocut
Muhammad bersikeras untuk melanjutkan rencananya. Maka, ia mengajak Pocut
Keling dan Pocut Sandang ke Pidie. Di sana telah berkumpul para warga, menteri,
dan hulubalang. Pocut Muhammad mengemukakan rencananya di depan orang-orang
itu, namun ia tidak menemukan Bentara Keumangan atau Pangulee Sinaroe, yaitu
satu orang penguasa Mukim Sembilan.
Seorang
ulama bernama Pakeh Rambayan pun akhirnya pergi ke tempat Bentara Keumangan dan
diskusi panjang mereka berakhir dengan baik. Walaupun dulu Jamaloi Alam pernah
meyelamatkan nyawa Bentara Keumangan, Bentara Keumangan tahu bahwa di sini ia
harus membela yang benar. Walaupun ibu tirinya sempat tidak menyetujui rencana
itu.
Pocut
Muhammad dan kedua kakaknya pun melanjutkan perjalanan secara sembunyi-sembunyi
untuk mencari dukungan dari masyarakat Aceh secara keseluruhan. Namun, ia
merasa bahwa gerak-geriknya sudah diketahui orang, sehingga ia menugaskan Hakim
Puteh untuk menghubungi daerah-daerah selanjutnya.
Rakyat
yang mendengar bahwa Pocut Muhammad meminta dukungan bersama untuk menyerang
Jamaloi Alam pun ikut bergerak ke daerah Awe Geutah. Lalu mereka berikrar
bersama-sama untuk menumbangkan pengkhianat bangsa. Setelah itu, barulah mereka
pergi menuju Pidie untuk bergabung bersama pasukan induk Pangulee Sinaroe.
Jamaloi
Alam yang mengetahui bahwa Pocut Muhammad beserta pasukannya bersiap untuk
berperang di Gampong Jawa menyuruh beberapa utusannya untuk mencari dukungan ke
daerah sebelah barat. Benteng yang dipersiapkan Jamaloi Alam berlapis-lapis. Benteng
yang terbesar adalah Benteng Meuraksa, kemudian Benteng Gampong Phang, Benteng
Kuala, Benteng Pande, dan Benteng Neujit.
Panglimanya
pun para panglima kenamaan seperti Imum Silang, Imum Lam Baro, dan Geusyik Po
Kalam. Namun, pihak Pocut Muhammad pun tak kalah dengan para panglimanya
seperti Pangulee Sinaroe, Geusyik Po Minat, Panglima Serong, Panglima Peureuba,
Aneuk Tunong Krueng, dan Panglima Peuduka Simara.
Perang
pun terjadi dengan korban berjatuhan dan darah yang terus mengalir. Sampai hari
keempat peperangan, tampaknya pasukan Pocut Muhammad lebih unggul karena
pasukan Jamaloi Alam banyak yang menjadi korban. Beberapa benteng yang disusun
oleh Jamaloi Alam dapat direbut oleh Pangulee Sinaroe. Hal itu membuat
pertahanan Gampong Jawa rapuh.
Hari
keenam peperangan, Pangulee Sinaroe terus mencari keberadaan Jamaloi Alam yang
tidak pernah nampak itu dan akhirnya ia bertemu Jamaloi Alam. Jamaloi tentu
saja mengungkit saat ia menyelamatkan nyawa Pangulee dan saat Pangulee berkata
bahwa ia ingin membawa Jamaloi ke jalan yang benar, Jamaloi berontak dan
mengeluarkan pistolnya sehingga mengenai dada Panglima Bentara itu.
Namun,
luka Pangulee Sinaroe itu tidak dapat disembuhkan dan Panglima Bentara itu
pergi dipanggil Allah SWT meninggalkan mereka semua. Keadaan pun menjadi sunyi
dan semuanya menangisi kepergian Pangulee Sinaroe, begitu juga Pocut Muhammad.
Hari
demi hari masih berjalan peperangan tersebut hingga akhirnya dimenangkan oleh
pasukan Pocut Muhammad. Masyarakat Gampong Jawa yang masih setia kepada
Pemerintah Sultan dimohonkan untuk menyerahkan diri dengan baik-baik. Bagi yang
tidak mau setia. Harus meninggalkan Kerajaan Aceh.
Namun,
Jamaloi Alam tidak dapat ditemukan. Ia dikabarkan melarikan diri ke arah Lam
Baro dan sekujur badannya luka-luka. Setelah peperangan selesai, orang-orang
datang kembali ke Gampong Jawa dan rumah-rumah yang hancur akan digantikan oleh
Raja Muda.
Sejak
itu, Kerajaan Aceh pun tentram kembali dengan Raja Muda yang masih memerintah
karena Pocut Muhammad tidak memiliki keinginan untuk menjadi raja. Beberapa
tahun kemudian, Pocut Muhammad menikah dengan seorang putri cantik dari Lam
Bhuk.
2.
Analisis Struktur Pocut Muhammad
Sebelum
menganalisis struktur cerita Pocut Muhammad, saya akan mengklasifikasikan genre
cerita ini terlebih dahulu. Pocut Muhammad termasuk ke dalam legenda karena
legenda adalah prosa rakyat yang dianggap sungguh-sungguh pernah terjadi oleh
sang empunya cerita. Menurut Danandjaja (2002), legenda bersifat sekuler
(keduniawian), terjadinya pada masa yang belum begitu lampau, dan bertempat di
dunia yang seperti kita kenal sekarang. Legenda sering dipandang tidak hanya
merupakan cerita belaka namun juga dipandang sebagai “sejarah” kolektif, namun
hal itu juga sering menjadi perdebatan mengingat cerita tersebut karena
kelisanannya telah mengalami distorsi. Maka, apabila legenda akan dijadikan
bahan sejarah harus dibersihkan dulu dari unsur-unsur folklornya. Moeis
menyatakan legenda juga bukan semata-mata cerita hiburan, namun lebih dari itu
dituturkan untuk mendidik manusia serta membekali mereka terhadap ancaman
bahaya yang ada dalam lingkungan kebudayaan.
Yus
Rusyana (2000) mengemukakan beberapa ciri legenda, yaitu:
1.
Legenda merupakan cerita tradisional karena cerita tersebut sudah dimiliki
masyarakat sejak dahulu.
2.
Ceritanya biasa dihubungkan dengan peristiwa dan benda yang berasal dari masa
lalu, seperti peristiwa penyebaran agama dan benda-benda peninggalan seperti
mesjid, kuburan dan lain-lain.
3.
Para pelaku dalam legenda dibayangkan sebagai pelaku yang betul-betul pernah
hidup pada masyarakat lalu. Mereka itu merupakan orang yang terkemuka, dianggap
sebagai pelaku sejarah, juga dianggap pernah melakukan perbuatan yang berguna
bagi masyarakat.
4.
Hubungan tiap peristiwa dalam legenda menunjukan hubungan yang logis.
5.
Latar cerita terdiri dari latar tempat dan latar waktu. Latar tampat biasanya
ada yang disebut secara jelas dan ada juga yang tidak. Sedangkan latar waktu biasanya
merupakan waktu yang teralami dalam sejarah.
6.
Pelaku dan perbuatan yang dibayangkan benar-benar terjadi menjadikan legenda
seolah-olah terjadi dalam ruang dan waktu yang sesungguhnya. Sejalan dengan hal
itu anggapan masyarakat pun menjadi seperti itu dan melahirkan perilaku dan
perbuatan yang benar-benar menghormati keberadaan pelaku dan perbuatan dalam
legenda.
Selanjutnya
berbicara mengenai legenda tentunya kita tidak akan lepas dari pembicaraan
mengenai penggolongan legenda. Selama ini telah ada atau mungkin banyak ahli
yang menggolongkan legenda, namun sampai kini belum ada kesatuan pendapat
mengenai hal itu.
Jan
Harold Brunvand dalam Danandjaja (2002) menggolongkan legenda menjadi empat
kelompok yakni:
1.
Legenda Keagamaan (Religious Legends):
legenda orang-orang suci (santo/santa) Nasrani, orang saleh, para wali penyebar
agama Islam. Salah satu contoh misalnya cerita-cerita mengenai wali sanga di
Jawa
2.
Legenda Alam Gaib (Supernatural Legends):
legenda alam gaib ini berhubungan dengan kenyataan di luar dunia nyata namun
ada di sekitar kita, misalnya tentang keberadaan makhluk gaib, hantu, setan
ataupun tempat-tempat yang sekiranya memiliki keanehan tersendiri.
3.
Legenda Perseorangan (Personal Legends):
legenda pahlawan pembangunan masyarakat atau budaya. Bercerita mengenai tokoh
atau orang yang telah melakukan sesuatu yang sampai sekarang masih dianggap
kebenarannya oleh masyarakat.
4.
Legenda Setempat (Local Legends): cerita
yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat dan bentuk tofografi, yakni
bentuk permukaan suatu daerah, apakah berbukit-bukit, berjurang dan sebagainya.
Legenda setempat ini merupakan golongan legenda yang paling banyak jumlahnya.
Berdasarkan
hal tersebut, Pocut Muhammad dapat digolongkan ke dalam legenda perseorangan
karena sosok Pocut Muhammad adalah pahlawan pembangunan masyarakat atau budaya.
a.) Unsur
Plot/Alur
Plot adalah cerita yang berisi urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat,
peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
(Stanton, 2007:14)
Sedangkan, menurut Nurgiyantoro
(2013:168) plot dapat dipahami sebagai berbagai peristiwa yang diseleksi dan
diurutkan berdasarkan hubungan sebab akibat untuk mencapai efek tertentu dan
sekaligus membangkitkan suspense dan surprise pada pembaca.
Peristiwa-peristiwa cerita (dan atau plot) dimanifestasikan lewat perbuatan,
tingkah laku, dan sikap tokoh-tokoh (utama) cerita.
Berikut ini adalah alur dalam cerita
Pocut Muhammad:
1) Pengenalan
Situasi Cerita (Exposition): Daerah
Aceh yang tentram dalam pemerintahan Sultan Alaudin yang memiliki empat orang
putra bernama Raja Muda, Pocut Keling, Pocut Sandang, dan Pocut Muhammad.
2) Pengungkapan
Peristiwa (Complication): Sultan
Alaudin memberi pesan pada Raja Muda, yang bakal menggantikan posisinya, agar
jangan mengganggu pemerintahan Jamaloi Alam di Gampong Jawa. Namun, Jamaloi
Alam bersikap semena-mena dan merasa sangat menguasai wilayah tersebut sehingga
hasil perdagangannya tidak masuk ke kas keraton dan perdagangan di wilayah itu
sangat bebas.
3) Menuju
Konflik (Rising Action): Raja Muda
tidak setuju akan usul Pocut Muhammad yang ingin menyerang wilayah Gampong Jawa
karena teringat pesan Sultan Alaudin sebelum meninggal.
4) Puncak
Konflik (Turning Point): Pocut Muhammad
bersama pasukannya menyerang Gampong Jawa agar Aceh kembali tentram dan Jamaloi
Alam kembali ke jalan yang benar.
5) Penyelesaian
(Ending): Perperangan antara pasukan
Pocut Muhammad dan pasukan Jamaloi Alam dimenangkan oleh pasukan Pocut
Muhammad.
Berdasarkan pengembangan di atas, alur
cerita Pocut Muhammad adalah alur normal karena berurutan mulai dari pengenalan
situasi cerita sampai penyelesaian.
Lalu, berdasarkan akhir cerita, plot
cerita Pocut Muhammad adalah plot lembut karena cerita berakhir tidak terlalu
mengejutkan.
Sedangkan, berdasarkan rangkaian
peristiwanya, plot cerita Pocut Muhammad adalah plot maju (linier) karena
diceritakan dari awal masa pemerintahan Sultan Alaudin saat Pocut Muhammad
masih kecil, hingga pemerintahan Raja Muda, kakak Pocut Muhammad, dan berakhir
dengan pernikahan Pocut Muhammad.
Selanjutnya, berdasarkan sifatnya, plot
cerita Pocut Muhammad adalah plot tertutup karena akhir cerita tidak merangsang
pembaca untuk meneruskan jalan cerita. Lebih dititikberatkan pada permasalahan
dasar.
b.) Unsur
Latar
Latar atau seting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menunjuk pada
pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. (Abrams, 1999:284 dalam Nurgiyantoro,
2013: 302)
Stanton (1965) mengelompokkan latar,
bersama dengan tokoh dan plot, ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah
yang akan dihadapi dan dapat diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika
membaca sebuah cerita fiksi. Atau, ketiga hal inilah yang secara konkret dan
langsung membentuk cerita: tokoh cerita adalah pelaku dan penderita
kejadian-kejadian yang bersebab akibat, dan itu perlu pijakan, di mana, kapan,
dan pada kondisi sosial-budaya masyarakat yang bagaimana.
·
Latar tempat yang digunakan dalam cerita
ini adalah wilayah Aceh, hal ini digambarkan dengan jelas di kalimat pertama
yaitu:
“Deburan ombak di Banda Aceh tampak
memutih, melemparkan percikan air yang merata di atas karang dan batu.”
Selain itu, cerita Pocut Muhammad memang
dengan jelas menggambarkan kondisi Kerajaan Aceh yang pada saat itu dipimpin
oleh ayahnya, Sultan Alaudin. Kalimat yang memperjelas yaitu:
“Sultan Alaudin yang gagah perkasa
membawa Aceh ke dalam daerah yang diperhatikan oleh dunia luar.”
Lalu, disebutkan juga Gampong Jawa,
sebuah daerah di Banda Aceh yang dikuasai oleh seorang pedagang bernama Jamaloi
Alam.
“Seorang pedagang Arab yang bernama
Jamaloi Alam mengangkat dirinya sebagai penguasa di daerah Banda Aceh, di
daerah Gampong Jawa.”
Latar tempat-tempat yang lebih spesifik
yaitu istana, dekat pantai, Pidie, Awe Geutah, dan Mesjid Raya.
-
Istana
“Pada suatu hari Jamaloi Alam datang ke
istana Sultan. Pembicaraan mereka berkisar di antara pemberian wewenang untuk
Jamaloi Alam untuk mengelola daerah Gampong Jawa.”
-
Dekat pantai
“Pada saat mereka kehilangan akal dan
kehilangan jejak itu, teriakan-teriakan histeris muncul dari rumah-rumah dekat
pantai itu.”
-
Pidie
“Sampai di Pidie mereka berhenti di Cot
Peukan Tuha.”
-
Awe Geutah
“Sampai di Awe Geutah daerah Peusangan,
Pocut Muhammad merasa bahwa gerak langkahnya sudah diketahui orang.”
-
Mesjid Raya
“Pasukan itu berkumpul di Mesjid Raya
dan di benteng istana.”
·
Latar waktu yang digunakan dalam cerita
ini pada masa pemerintahan Sultan Alaudin sampai pada masa pemerintahan Raja
Muda.
“Sultan Alaudin yang gagah perkasa
membawa Aceh ke dalam daerah yang diperhatikan oleh dunia luar.”
“Sultan Alaudin kini telah tiada.
Kerajaan Aceh dengan sendirinya dipegang oleh putra Baginda yang tertua, yaitu
Raja Muda.”
Selain itu, latar waktu pada pagi hari
dan malam hari juga terdapat dalam cerita ini.
-
Pagi hari
“Sejak pagi alam memperlihatkan
kedukaannya. Hujan tiada henti. Angin yang bercampur hujan membasahi bumi
pertiwi dengan siraman rata.”
-
Malam hari
“Peristiwa di pantai pelabuhan di malam
itu segera terkabar ke segenap penjuru. Kerajaan dalam keadaan tidak aman.”
·
Latar sosial budaya dalam cerita ini
adalah tradisi masyarakat Aceh yang selalu berunding dalam memutuskan sesuatu.
Kalimat yang memperjelas yaitu:
“Perdana Menteri, menteri, dan para
pembesar istana menunggu putusan Raja Muda.”
Selain itu sikap masyarakat Aceh selalu
menuruti perintah Raja. “Raja adalah segala-galanya. Melanggar perintah raja,
maut menanti.”
Lalu, masyarakat Aceh juga terkenal
sangat menghormati yang lebih tua.
“Beliau tersinggung, Tuan. Beliau
mengatakan bahwa seharusnya Tuan sendiri yang pergi ke sana, karena beliau
lebih tua daripada Tuan.”
c.) Unsur
Tokoh
Tokoh cerita adalah orang yang
ditampilkan dalam sesuatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca
ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. (Abrams,
1993:32-33 dalam Nurgiyantoro, 2013:247)
Penggunaan istilah karakter sendiri
dalam berbagai literatur bahasa Inggris menyaran pada dua pengertian yang
berbeda, yaitu sebagai tokoh cerita yang ditampilkan dan sebagai sikap
ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh
tersebut. (Stanton, 1965:17)
Tokoh-tokoh dalam cerita Pocut Muhammad
yakni:
1) Pocut
Muhammad: Penolong, pemberani, baik hati, tegas.
“Pocut Muhammad menilai bahwa kakaknya
Raja Muda sangat lemah dalam memerintah negeri ini.”
“Pocut Muhammad berpikir bahwa tiada
jalan lain yang harus dilakukan kecuali menyerang Gampong Jawa yang dianggapnya
negeri dalam negeri itu.”
“Kehilangan terasa sekali oleh Pocut
Muhammad atas gugurnya Panglima Bentara Keumangan alias Pangulee Sinaroe.”
“Keberadaan Pocut Muhammad membuat
Kerajaan Aceh jaya kembali walaupun Pocut Muhammad sendiri tidak mempunyai
keinginan hendak menjadi raja.”
2) Jamaloi
Alam: licik, pengkhianat, jahat.
“Jamaloi Alam mengangkat dirinya sebagai
penguasa di daerah Gampong Jawa.”
“Keberadaan Pemerintahan Jamaloi Alam di
Gampong Jawa merupakan penyebab kejadian ini. Semua gerakan bajak laut diatur
dari tempat itu.”
“Jamaloi Alam mengeluarkan sebuah pistol
dari kantongnya. Pistolnya meledak dan tepat mengenai dada Panglima Bentara.”
3) Raja
Muda: lemah, terlalu patuh.
“Ayahanda pernah meminta kepadaku agar
kelak kemudian hari aku tidak mengancam akan kedudukan Jamaloi Alam,” kata Raja
Muda.”
“Semua tindakan tidak berani dilakukan
karena dia takut dengan risiko yang besar.”
4) Sultan
Alaudin: baik hati, bijaksana, mudah diperdaya.
“Sultan Alaudin yang gagah perkasa membawa
Aceh ke dalam daerah yang diperhatikan oleh dunia luar.”
“Ketidakberdayaan Sultan Alaudin untuk
mengendalikan perdagangan di Banda Aceh berakibat sangat buruk.”
“Kelolalah daerah itu dengan
sebaik-baiknya. Cuma aku minta kepadamu, Jamaloi Alam, agar engkau ikut menjaga
keamanan dan ketentraman negeri.”
“Ayahanda berpesan agar Ananda tidak
perlu berselisih paham dengan Jamaloi Alam.”
5) Pocut
Keling: mendukung sikap Pocut Muhammad.
“Saya mendukung rencana kamu, Dik,” kata
Pocut Keling.”
6) Pocut
Sandang: mendukung sikap Pocut Muhammad.
“Jangan khawatir, Dik,” kata Pocut
Sandang, “saya akan selalu berada di sisimu, demi menyelamatkan Kerajaan ini
dari kehancuran.”
7) Pangulee
Sinaroe (Bentara Keumangan): gagah berani, pembela kebenaran.
“Pocut Muhammad tahu bahwa Pangulee
Sinaroe adalah seorang panglima perang yang tangguh.”
“Hamba selalu hendak berdiri di atas
kebenaran.”
“Luka yang menganga di betis Pnaglima
Bentara itu tidak membuat dia lemah.”
“Aku ingin membawa engkau ke jalan yang
benar, Jamaloi,” kata Panglima Bentara.”
8) Pakeh
Rambayan: mendukung sikap Pocut Muhammad.
“Berangkatlah Pakeh Rambayan ke tempat
Bentara Keumangan.”
9) Perdana
Menteri: patuh pada Raja.
“Wahai Perdana Menteri, jangan mendukung
rencana yang dilakukan oleh Pocut Muhammad.”
10) Hulubalang:
hormat pada keluarga Raja.
“Seorang hulubalang memberi salam di
hadapan Pocut Muhammad.”
d.) Unsur
Tema
Tema adalah gagasan (makna) dasar umum
yang menopang sebuah karya sastra sebagai struktur semantis dan bersifat
abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya
dilakukan secara implisit. (Nurgiyantoro, 2013:115)
Tema yang dapat disimpulkan dari cerita
Pocut Muhammad ini ialah sikap kepahlawanan dalam mempertahankan kerajaan Aceh.
Sikap Pocut Muhammad yang gagah berani memimpin para rakyat untuk menyerang
Gampong Jawa karena pengkhianatan seorang Jamaloi Alam dapat diteladani,
walaupun ia harus menentang kakaknya, Raja Muda.
e.) Unsur
Sarana
1.) Gaya
Bahasa
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan
pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian
penulis/pemakai bahasa (Gorys Keraf, 2002: 113).
Gaya bahasa dalam cerita Pocut Muhammad
yakni:
·
Personifikasi/penginsanan adalah gaya
bahasa yang mempersamakan benda-benda dengan manusia, punya sifat, kemampuan,
pemikiran, perasaan, seperti yang dimiliki dan dialami oleh manusia.
“Deburan ombak di Banda Aceh tampak
memutih, melemparkan percikan air yang merata di atas karang dan batu. Pasir
rata di pantai menyemarakkan keindahan yang ada di sekitar.”
·
Hiperbola adalah gaya bahasa berupa
pernyataan yang sengaja dibesar-besarkan dan dibuat berlebihan.
“Jika Anda sedang berada di pinggir
pantai yang permai tersebut, Anda akan menelan air liur dengan amat terharu.”
·
Antonomasia adalah gaya bahasa berupa
penyebutan gelar resmi dan semacamnya untuk menggantikan nama diri.
“Ampun, Tuanku Raja Muda. Paduka Sultan
sedang menunggu Tuanku di istana.”
·
Metafora adalah bahasa kiasan sejenis
perbandingan namun todak menggunakan kata pembanding. Di sini perbandingan
dilakukan secara langsung tanpa kata sejenis bagaikan, ibarat, laksana, dan
semacamnya.
“Pohon-pohon laksana rambut yang basah,
menempel tiada maya di dekat tangkai-tangkai lemah.”
·
Erotesis/pertanyaan retoris adalah gaya
bahasa berupa pengajuan pertanyaan untuk memperoleh efek mengulang tanpa
menghendaki jawaban, karena jawabannya sudah tersirat di sana.
“Bajak laut,” kata Pocut Muhammad yang
pada waktu itu sedang berada di dekat pantai, “apa yang harus kita lakukan,
Kak?”
·
Ironi/sindiran adalah gaya bahasa berupa
penyampaian kata-kata dengan berbeda dengan maksud dengan sesungguhnya, tapi
pembaca/pendengar, di harapkan memahami maksud penyampaian itu.
“Pada masa pemerintahan Ayahanda Sultan
Alaudin, bajak laut tidak pernah masuk ke dalam negeri.”
·
Apofasis/preterisio adalah gaya bahasa
yang dipakai oleh pengarang untuk menyampaikan sesuatu yang megandung unsur
kontradiksi, kelihatannya menolak tapi sebenarnya menerima, kelihatannya memuji
tapi sebenarnya mengejek, nampaknya membenarkan tapi sebenarnya menyalahkan,
kelihatannya merahasiakan tapi sebenarnya membeberkan.
“Engkaukah itu, Pangulee Sinaroe? Tidak
kusangka engkau dapat menghancurkan pasukanku dan hendak menangkap aku.
Ingatkah engkau ketika kita berdua saja dalam hutan? Nyawamu hampir melayang
pada waktu itu. Jika aku tidak ada, engkau sudah tiada.”
·
Prolepsis/antisipasi adalah gaya bahasa
berupa kalimat yang diawali dengan kata-kata yang sebenarnya baru ada setelah
suatu peristiwa terjadi.
“Pistolnya meledak dan tepat mengenai
dada Panglima Bentara. Panglima Bentara jatuh ke tanah.”
2.) Sudut
Pandang
Sudut pandang, point of view, viewpoint,
merupakan salah satu unsur fiksi yang oleh Stanton (1965) digolongkan sebagai
sarana cerita, literary device.
Sudut pandang merupakan cara dan atau
pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan cerita
dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, 1999:231)
Sudut pandang cerita itu sendiri secara
garis besar dapat dibedakan ke dalam dua macam: persona pertama, first-person, gaya “aku”, dan persona
ketiga, third-person, gaya “dia”.
Selain itu, tampaknya juga harus disebut adanya sudut pandang dengan gaya
“kau”, second-person. (Nurgiyantoro,
2013:339-340)
Sudut pandang yang dipakai dalam cerita
Pocut Muhammad ini adalah sudut pandang orang ketiga.
“Kini, setelah Sultan Alaudin mangkat,
Pemerintahan Raja Muda sedikit melemah. Pelabuhan Banda Aceh seluruhnya
dikuasai oleh Jamaloi Alam. Sejak pemerintahan Raja Muda hasil pelabuhan tidak
masuk lagi ke kas keraton. Keraton akhirnya menderita deficit setiap tahun,
sementara Jamaloi Alam menguasai seluruh asset pelabuhan. Perdagangan yang amat
besar yang dilakukan oleh para pedagang Aceh tidak sedikit pun dapat
dimanfaatkan untuk Kerajaan Aceh. Hal inilah yang membuat suatu kegelisahan
yang besar yang melanda Kerajaan Aceh itu.”
Namun, dalam cerita ini juga terdapat
sudut pandang orang pertama.
“Beberapa lama hamba menyelidiki, bahwa
keberadaan Pemerintahan Jamaloi Alam di Gampong Jawa merupakan penyebab
kejadian ini. Semua gerakan bajak laut diatur dari tempat itu. Jamaloi Alam
tidak hanya mendirikan pemerintahan yang inkonvensional, tetapi juga hendak
menikam pemerintahan Kakanda Raja Muda dari dalam. Hamba mengharap agar kita
cepat bertindak. Paman Perdana Menteri diharapkan untuk mengambil tindakan
untuk menggulingkan pemerintahan yang tidak sah itu.”
3.
Analisis Sejarah Pocut Muhammad
Sejarah
adalah studi tentang masa lalu, khususnya bagaimana kaitannya dengan manusia.
Dalam bahasa Indonesia sejarah babad, hikayat, riwayat, atau tambo dapat
diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa
lampau atau asal usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang
memerintah.
Aceh
adalah sebuah bangsa yang sudah ada sejak 2.500 tahun yang lalu dan sudah
dikenal sejak abad ke-5 M dengan kerajaan Poli yang berada di pantai Sigli
(Aceh Pidie). Aceh adalah bangsa yang unik yang terdiri dari multikultur suku
dan bahasa serta budaya. Aceh adalah negeri yang penuh julukan, Aceh negeri
serambi mekkah, Aceh negeri tanah rencong, Aceh negeri syariat Islam, Aceh
negeri sejuta warung kopi dan sebagainya.
Konon
keturunan bangsa Aceh adalah dari tanah Persia dan kepanjangan dari kata ACEH
adalah Arab, China, Eropa, dan Hindustan (India).
Menurut
salah satu sumber di kalangan peneliti sejarah dan antropologi, bahwa asal usul
Bangsa Aceh berasal dari suku Mantee yang hidup di rimba raya Aceh yang
memiliki ciri-ciri postur tubuh agak kecil dibandingkan dengan orang Aceh
sekarang. Menurut perkiraan suku Mantee ini mempunyai hubungan terkait dengan
suku bangsa Mantera di Malaka yang merupakan bagian dari bangsa Monk Khmer dari
Hindia belakang. Persamaan yang ada dalam jiwa-jiwa orang Aceh dengan orang
Khmer yaitu semangat dan api revolusi yang menyala-nyala.
Pengaruh
pertama terhadap bangsa Aceh datang dari bangsa India yang membawa ajaran Hindu
dan Budha masuk ke Aceh sekitar 2.500 tahun yang lalu, bangsa India telah
membuat perkampungan di Aceh. Mereka datang melalui pesisir pantai utara Aceh.
Sangat beranekaragamnya sumber-sumber yang mengingat pelabuhan-pelabuhan dagang
itu, dimana diperoleh informasi dari Cina, Arab, India, bahkan Eropa, adalah
bukti yang cukup kuat bahwa tempat itu memang dari dahulu kala sudah merupakan
persimpangan internasional yang sangat strategis diapit oleh samudera Hindia
dan selat Malaka.
Hal
inilah yang membuat latar cerita Pocut Muhammad, yaitu Aceh yang perdagangannya
sangat kuat terutama di daerah Gampong Jawa yang dipimpin oleh Jamaloi Alam,
seorang pedagang keturunan Arab.
4.
Analisis Antropologi Pocut Muhammad
Antropologi
adalah ilmu tentang manusia, masa lalu dan kini, yang menggambarkan manusia
melalui pengetahuan ilmu sosial dan ilmu hayati (alam), dan juga humaniora. Secara
etimologis antropologi berarti ilmu yang mempelajari manusia.
Indonesia
adalah salah satu negara yang memiliki suku dan budaya yang beraneka ragam.
Masing-masing budaya daerah saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebudayaan
daerah lain maupun kebudayaan yang berasal dari luar Indonesia. Salah satu
kebudayaan tersebut adalah kebudayaan Aceh. Dilihat dari kebudayaannya, Aceh
memiliki budaya yang unik dan beraneka ragam. Karena letaknya yang strategis
dan juga Aceh merupakan jalur perdagangan, maka kebudayaan Aceh ini banyak
dipengaruhi oleh budaya-budaya melayu dan Timur Tengah. Beberapa budaya yang
ada sekarang adalah hasil dari akulturasi antara budaya melayu, Timur Tengah
dan Aceh sendiri.
Dalam
sistem kekerabatan, bentuk kekerabatan yang terpenting adalah keluarga inti
dengan prinsip bilateral. Adat menetap sesudah menikah bersifat matrilokal,
yaitu tinggal di rumah orangtua istri selama beberapa waktu. Sedangkan anak
merupakan tanggung jawab ayah sepenuhnya.
Hal
inilah yang membuat di dalam cerita Pocut Muhammad bahwa Sultan Alaudin sangat
merasa bertanggung jawab terhadap anak-anaknya yaitu Raja Muda, Pocut Sandang,
Pocut Keling, dan Pocut Muhammad.
Bentuk
kesatuan hidup setempat yang terkecil disebut gampong (kampung atau desa) yang
dikepalai oleh seorang geucik atau kecik. Kumpulan dari beberapa gampong
disebut mukim yang dipimpin oleh seorang uleebalang, yaitu para panglima yang
berjasa kepada sultan. Kehidupan sosial dan keagamaan di setiap gampong
dipimpin oleh pemuka-pemuka adat dan agama, seperti imeum meunasah, teungku
khatib, tengku bile, dan tuha peut (penasehat adat).
Karena
hal tersebut, dalam cerita Pocut Muhammad terdapat daerah bernama Gampong Jawa.
Uleebalang yang disinggung di atas biasa disebut sebagai hulubalang dalam
cerita Pocut Muhammad.
Aceh
termasuk salah satu daerah yang paling awal menerima agama Islam. Oleh sebab itu
provinsi ini dikenal dengan sebutan "Serambi Mekah", maksudnya
"pintu gerbang" yang paling dekat antara Indonesia dengan tempat dari
mana agama tersebut berasal. Meskipun demikian kebudayaan asli Aceh tidak
hilang begitu saja, sebaliknya beberapa unsur kebudayaan setempat mendapat
pengaruh dan berbaur dengan kebudayaan Islam. Dengan demikian kebudayaan hasil
akulturasi tersebut melahirkan corak kebudayaan Islam-Aceh yang khas. Di dalam
kebudayaan tersebut masih terdapat sisa-sisa kepercayaan animisme dan
dinamisme.
Oleh
karena itu, dalam cerita Pocut Muhammad terdapat berbagai hal dan beberapa
percakapan yang berhubungan dengan agama Islam. Karena di Aceh juga mayoritas
masyarakatnya beragama Islam.
Selain
itu, masyarakat Aceh terkenal sangat menghormati yang lebih tua atau yang
jabatannya lebih tinggi. Hal ini tidak lain karena pengaruh dari agama Islam
juga.
Masyarakat
Aceh juga terkenal suka saling tolong menolong, bermusyawarah jika ingin
memecahkan suatu masalah, dan rasa cinta terhadap daerahnya sendiri. Dalam
cerita Pocut Muhammad, sikap-sikap ini dapat ditemui dengan mudah.
5.
Analisis Sosiologi Pocut Muhammad
Sosiologi
berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, sedangkan Logos
berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama
kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive"
karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi
namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Masyarakat
adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan
bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku
masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang
dibangunnya. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan
kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di
kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
Dalam
sosiologi, pelapisan dalam masyarakat dikenal dengan istilah stratifikasi
sosial (sosial stratification) kata stratifikasi sosial berasal dari bahasa
Latin Stratum: tingkatan dan Socius: rekan/masyarakat.
Unsur-unsur
lapisan sosial yaitu:
1. Status
sosial: posisi seseorang dalam masyarakat dalam hubungannya dengan orang lain,
baik mencakup perilaku, hak maupun kewajiban. Status adalah tempat atau posisi
seseorang dalam suatu kelompok sosial atau kedudukan. Jika menyangkut
masyarakat luas maka status sosial makin tinggi.
a. Status
yang diusahakan (Achieved Status): kedudukan di dalam masyarakat yang diraih
melalui usaha sendiri yang disengaja (terbuka).
b. Status
yang digariskan (Ascribed Status): kedudukan dalam masyarakat yang diperoleh
melalui garis keturunan/kalahiran. (tertutup).
c. Status
yang diberikan (Assigned Status): kedudukan yang lebih tinggi yang diberikan
kpd seseorang/sklp. Karena dianggap telah bekerja sama memenuhi kepentingan
masyarakatnya berjasa, misalnya gelar kehormatan, kenaikan pangkat dsb.
2. Peranan
sosial: rangkaian norma dan perilaku
yang dijalankan seseorang sesuai dengan status sosialnya dalam masyarakat. (Jika
seseorang melaksanakan hak & kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka
dia menjalankan suatu peranan). Perubahan status sosial akan berdampak pada
perubahan peranan sosial.
a. Peranan
pilihan (achieved roles): peranan yang hanya diperoleh melalui usaha tertentu
b. Peranan
bawaan (ascribed roles): peranan yang diperoleh secara otomatis bukan karena
usaha tertentu.
c. Peranan
yang diharapkan (expected roles): peranan yang dilaksanakan sesuai ketentuan
yang telah ditetapkan bersama bersama.
d. Peranan
yang disesuaikan (actual roles): peranan yang dilaksanakan sesuai situasi yang
selalu berubah-ubah.
Dalam
suatu masyarakat akan terdapat golongan paling atas yang disebut dengan lapisan
elite. Dan lapisan paling bawah disebut dengan lapisan biasa atau orang
kebanyakan. Antara lapisan atasan dan lapisan bawahan kadang-kadang terdapat
lagi beberapa lapisan seperti yang terdapat pada masyarakat Aceh. Masyarakat
Aceh pada zaman kerajaan dahulu dapat dibagi ke dalam:
1. Lapisan
Raja
2. Lapisan
Uleebalang
3. Lapisan
Ulama
4. Lapisan
Rakyat Biasa
Lapisan
Raja berasal dari keturunan raja-raja yang memegang kekuasaan kerajaan. Raja
dan keturunannya dianggap sebagai lapisan elite. Maka lapisan raja dihormati
karena kekuasaan dan keturunan-keturunan mereka. Hingga sekarang penghormatan
masyarakat kepada keturunan raja-raja masih tampak dalam pergaulan hidup
sehari-hari seperti mengenai panggilan. Walaupun perbedaan-perbedaan yang lain
tidak tampak lagi antara keturunan raja dengan orang biasa.
Di bawah lapisan raja, terdapat
lapisan Uleebalang, sebagai wakil raja untuk daerah-daerah kerajaan kecil. Maka
kadang-kadang untuk seorang uleebalang disebut juga dengan uleebalang cut. Di
samping lapisan itu terdapat juga lapisan yang menentukan dalam bidang agama.
Maka pada tiap-tiap kerajaan muncullah golongan ulama. Dan lapisan yang paling
bawah adalah lapisan rakyat biasa.
Dalam
cerita Pocut Muhammad sangat jelas akan adanya stratifikasi sosial. Pada masa
pemerintahan Sultan Alaudin, anak-anak Sultan Alaudin digambarkan sebagai
anak-anak kecil yang menarik perhatian para warga. Walaupun begitu, anak-anak
Sultan Alaudin disekolahkan di sekolah biasa. Setelah Sultan Alaudin meninggal
dunia dan jabatannya diserahkan kepada Raja Muda pun dalam sosiologi dinamakan
status yang digariskan (ascribed status) dan tentu saja Raja Muda harus
memerankan peranan bawaan (ascribed roles).
Selain
itu, dalam cerita Pocut Muhammad juga terdapat Perdana Menteri dan Uleebalang
(disebut Hulubalang dalam cerita) yang membantu memecahkan jika ada suatu
masalah dalam kerajaan Aceh.
DAFTAR
PUSTAKA
Danandjaja,
James. Folklor Indonesia. 2002.
Jakarta: Grafitti.
Dwi Narwoko, J. dan
Bagong Suyanto. Sosiologi Teks Pengantar
dan Terapan. 2014. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. 2002. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. 2013.
Yogyakarta, Gajah Mada University Press.
Rahman, Nurhayati dan
Sri Suksesi Adiwimarta. Antologi Sastra
Daerah Nusantara. 1999. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Rusyana, Yan. Prosa Tradisional. Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. 2009.
Jakarta: Rajawali Press.
Stanton,
Robert. Teori Fiksi. 2007. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Teeuw,
A. Sastra dan Ilmu Sastra. 2013.
Jakarta: Pustaka Jaya.
Cerita Pocut Muhammad bukan legenda, kejadian ini nyata dalam sejarah Aceh, nasab keturunannya jelas, semua orang yang terlibat dalam cerita ini mempunyai makam dan fase sejarah nya.
BalasHapus